Tuesday, December 27, 2011

Indonesian Cuisine

Siang ini setelah mengunjungi Museum Nasional di Jakarta, kami memutuskan untuk makan siang di Kembang Goela yang berlokasi di Plaza Sentral, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Tempatnya nyaman dengan nuansa kolonial Belanda dan sentuhan etnik Cina, dan lumayan dipadati oleh pengunjung.

Sebagai hidangan pembuka, kami memesan Asinan Sayur Nyai Dasimah. Setelah dihidangkan, mas-mas pelayannya menawarkan untuk diracik dan dibagikan. Ya..ya silakan mas, saya juga bingung makannya dengan model tampilan seperti ini :)

Asinan ini sangat menyegarkan. Yummyyy...saya minta ditambahkan kuah kacangnya. Rasanya kesukaan saya banget...manis asam gitu..Slurrpppppp...



Sate Konro TaTor

Sambil menunggu mobil yang sedang di service di bengkel, saya mencari tempat asik untuk ngopi-ngopi. Pilihan jatuh ke Lotte Mart Bintaro yang baru beberapa bulan beroperasi. Ternyata ada banyak pilihan kafe-kafe maupun tempat makan di bangunan gres ini. Pilihan saya jatuh pada Tator Cafe. Tempatnya tidak terlalu besar, namun berlantai dua. Saya tertarik karena dekorasi unik khas Tana Toraja dan mbak-mbaknya yang berkostum khas daerah ini. Saya mengambil tempat di lantai 2 yang sepi dan langsung menyukai dekor unik tempat ini. Saya memesan minuman favorit saya, Lemon Squash.



Karena perut lapar, saya pilih salah satu makanan khas daerah ini, Sate Konro, yang adalah sate iga sapi. Sate lima tusuk ini disajikan dengan saus kacang dan kecap yang terpisah. Hmm...saus kacangnya enak, tidak kental seperti sajian pada sate ayam atau kambing pada umumnya, tapi rasanya enak.



Porsi mini ini kurang 'nendang' buat perut saya. Saya putuskan untuk memesan pisang goreng yang disajikan dengan susu coklat dan keju yang terpisah. Hmm... not bad.


Minuman penutup saya adalah Iced Vanilla Late. Kopinya terbuat dari kopi Mandailing. Terasa kepekatannya disela-sela kemanisannya.



Saya masih betah berlama-lama di sini, menikmati suasana Tator dan netbook saya. Tapi, saya harus pergi. Nah, ini nampan bill -nya. Unik ya...



Ternyata nampan, yang adalah piring ini,dengan corak yang berbeda saya temui terpampang di Museum Nasional. Keterangannya adalah bahwa piring ini berasal dari Rantapao, Toraja, Sulawesi Selatan. Piring ini dipakai sebagai tempat makanan pada upacara kematian. Makanya mungkin digunakan sebagai nampan untuk transaksi bayar membayar aja ya.

Thursday, December 22, 2011

Perpustakaan Bangsaku :)

Suatu hari, saya ada keperluan untuk suatu urusan di Perpustakaan Nasional di Medan Merdeka Selatan 11. Setelah urusan saya beres saya tidak langsung pulang. Saya mau mampir ke perpustakaan yang ada di lokasi yang sama.

Maka, masuklah saya ke dalam bangunan unik yang masih berciri-kan bangunan jaman baheula.

Pintu masuk dan keluar perpustakaan



Di meja sirkulasi, iseng saya tanya tentang keanggotaan di perpustakaan ini. Sang petugas menerangkan kalau saya bisa mengisi formulir pendaftaran dan pembuatan kartu siap di hari yang sama. Iseng juga, saya mengisi formulir dan mengembalikannya ke petugas. Setelah menyimpan tas dalam loker, saya mulai menjelajahi isi perpustakaan ini. Pengunjung tidak banyak, kira-kira 12 an orang. Kebanyakan anak-anak muda. hanya satu dua orang yang tampaknya seperti pekerja kantoran.

Ruang Tengah Perpustakaan



Ruang Baca Anak

Ruang baca dan koleksi untuk anak-anak terletak pas di sebelah kanan pintu masuk. Ruangannya tidak besar, dan tampak dekorasi warna-warni dan funiture anak-anak.

Hanya ada satu anak laki-laki kira-kira kelas 3 SD, sedang sibuk memilih buku di rak. Rumahnya di Kebun Sirih, katanya dia cukup jalan kaki untuk datang ke tempat ini. Cuma katanya sudah agak lama ia tidak berkunjung, karena tidak diperbolehkan oleh ibunya. Ibunya takut dia hilang, begitu kata si anak laki-laki ini. Ketika saya tanya apakah dia meminjam buku dari sini, jawabnya tidak, karena tidak punya kartu. Ketika saya tanya pada petugas, anak-anak bisa menjadi anggota dengan membawa kartu keluarga (atau akte kelahiran ya -- saya lupa :)). Wah, berarti anak ini bisa jadi anggota untuk meminjam buku ya.

Saya pikir, anak ini beruntung. Dari segi lokasi dia dekat untuk datang ke perpustakaan ini. Lah, saya saja mikir-mikir untu pinjam buku. Saya tidak yakin apakah saya bisa mengembalikan buku ini tepat waktu. Maklumlah, jarak dari rumah saya yang di Tangerang Selatan, Propinsi Banten, cukup jauh untuk menjangkau Medan Merdeka Selatan, yang berada tepat di jantung kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta. [Jadi, ini perjalanan antar propinsi :)]







Perpustakaan dua lantai ini dirancang secara unik. Akses naik ke lantai dua bisa dilakukan di tiap ruangan. Dari meja sirkulasi terdapat dua ruang di sebelah sisi kiri dan kanan. Masing-masing ruang menyimpan koleksi yang dibagi berdasarkan pembagian kelas DDC. Di ujung ruangan ada koleksi sejarah, video, majalah dan novel serta toilet. Lumayan baru loh koleksi novelnya. Di atas ruang ujung ini, tersimpan koleksi Referensi. Kalau ada yang mau difotokopi, dilayankan di meja sirkulasi.

Terpikirkan oleh saya, seandainya perpustakaan ini mempunyai program untuk anak-anak dan layanan peminjamannya di promosi, saya yakin, pasti akan dipenuhi masyarakat besar dan kecil. Saya malah memprediksi, ruangan yang ada pasti akan kurang mengakomodasi pengunjung yang datang. Semoga bisa terjadi suatu saat nanti :)

Nah, ini-lah hasil iseng-iseng kunjungan ke Perpustakaan Nasional Marsela ini. Dua artikel dari koleksi referensi dan kartu anggota. Kartu ini bisa digunakan juga untuk akses Perpustakaan Nasional di jalan Saleba Raya 28. Kartu ini gratis, dan berlaku hingga tahun 2016.Yuukk jadi anggota perpustakaan Marsela :)

Sunday, December 4, 2011

Surabaya...oh Surabaya...

Ketinggalan Pesawat

Kunjungan ke Surabaya kali ini, mengukir sebuah kisah tersendiri. Bagaimana tidak, seumur-umur bepergian naik pesawat, baru kali ini ketinggalan penerbangan. Pagi-pagi sudah bangun pukul tiga untuk mengerjakan tugas kelompok Komunikasi dan Sumber-sumber Informasi. Begitu mau dikirim ke teman-teman, error. Diniatkan untuk dikirim ke teman-teman saat tiba di sekolah, maka file itu disimpan di USB stick. Setibanya di kantor, ternyata tidak ditemukan file revisi hasil pengerjaan di pagi hari itu. Segera minta diantar kan netbook-nya, ternyata tidak tersimpan juga. Lemas rasa badan ini.

Proses Lockdown procedure di perpustakaan juga tidak kunjung mulai sementara waktu sudah menunjukkan pukul 9.00 pagi. Saatnya untuk meluncur ke bandara. Kendaraan yang menjemput Febi juga belum tiba. Akhirnya 9.30 meluncur dari sektor 9 ke bandara Sukarno Hatta dan tiba tepat di kounter ckeck-in pukul 10.37. Alhasil, terlambat mengejar keberangkatan pesawat pukul 10.55.

Kounter airlines yang sama mengatakan kalau penerbangan hari itu sudah penuh untuk tujuan Surabaya. Telpon travel agent untuk informasi lebih, dan jawabannya adalah tidak bisa melakukan pemesanan kurang dari 24 jam keberangkatan. Terpikirkan untuk naik kereta, tapi berat juga mau berangkat ke Gambir untuk perjalanan 12 jam. Harus berangkat hari ini, karena akan mewawancarai Evie yang punya waktu untuk itu di hari ini. Keluar masuk kounter check in Terminal 2, tanya sana, tanya sini, diskusi dengan calo [jangan pernah beli tiket di calo, karena kita membeli tiket atas nama orang lain yang membatalkan penerbangannya. Jadi kalau terjadi apa-apa, nama kita tidak ada dalam daftar penumpang], balik lagi ke kounter penerbangan penjualan tiket, akhirnya dapat dua tiket ekonomi penerbangan pukul 18.30 WIB. Puji Tuhan. Waktu lima setengah jam dapat digunakan untuk mengerjakan tugas kelompok yang tadi sempat hilang. Segala sesuatu yang terjadi, pasti ada hikmahnya ya.

Akhirnya kami tiba pukul 20.00 WIB di Bandara Juanda, Surabaya. Mas Iwan, sang driver sewaan telah menanti kami dan membawa kami untuk makan malam di Ayam Pedas dan Bebek Eco, Sidoarjo.

Bebek Eco, Sidoarjo







Yahh…not bad lah.

Tidak lama setelah kami tiba di guest house yang sudah dipesan Evie buat kami, Evie datang dan kami pun berbincang dan wawancara untuk keperluan Kajian penelitian literasi informasi yang sedang kami garap berlangsung hingga pukul 2 dinihari. Terima kasih banyak ya Evie :)

Evi saat presentasi di acara APISI, Bali



Cagar Budaya Sekolah Santa Maria

Pagi hari, kami meluncur ke sekolah Santa Maria untuk bertemu dan mewawancarai pustakawannya. Ternyata, sekolah ini merupakan salah satu cagar budaya yang tidak boleh di’kutak katik’ bentuk asli bangunannya. Sekolah ini menyimpan sejarah perjuangan RI saat jaman awal kemerdekaan, ketika gedung ini menjadi tempat persinggahan para tentara perjuangan.





Selain itu, gedung sekolah ini yang tadinya adalah Susteran Ursulin, yaitu tempat tinggalnya para suster, memang sudah lama berdiri di sini.



Nah,berikut ini tampak bangunan sekolah Santa Maria sebagai salah satu cagar budaya yang patut dilestarikan.







Bersama staf perpustakaan sekolah Santa Maria


ki-ka: Pak Panggih Walla Irianto, Yosua Danang Wijaya, Febi, saya, Ibu Paula Oemi Ngastiningsih

Setelah, selesai urusan dengan Santa Maria, saya meluncur ke Perpustakaan UK PETRA untuk menyelesaikan tugas kajian ini. Pak Aditya Nugraha berbaik hati untuk mengijinkan saya menggunakan perpustakaannya hingga sore hari. Sebetulnya ada cerita menarik yang saya dapatkan dari hasil kerja setengah harian di tempat ini. Saat itu ada Ibu Titin dan putrinya yang sedang mendekorasi 'pohon Natal' dari kain perca setinggi 10 meter. Bu Titin adalah arsitek dan salah satu dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) di UK Petra. Bu Titin yang baik hati - beliau membawakan saya cemilan dan air minum- berbagi cerita yang spontan namun mengandung nilai hidup yang dalam buat saya. Bener ya, segala sesuatu yang terjadi, selalu ada hikmahnya. Terima kasih bu Titin, saya ingin kembali lagi nanti menikmati karya-karya Ibu.

Suramadu

Acara malam ini adalah jalan-jalan dengan mba Trini dari YPPI yang berjanji mau mengajak kami ke Suramadu dan makan malam. Oia, baru kali ini juga saya mencoba menyetir mobil di Surabaya. Tapi, mohon maaf ya mba Trini, biasa bawa mobil matic terus bawa yang manual lagi, jadi rada kagok nih, ketinggalan deh dari mobil yang harusnya kami ikuti dari belakang. Akibatnya nyasar-nyasar juga...he.he.hehe..

Semangat foto-foto mbak Trini memang luar biasa. Kami berhenti di tengah-tengah tol Suramadu untuk mengabadikan keindahan warna-warna monumen di salah satu jembatan ini.












Sego Sambal Yeye

Sepulang dari perjalanan Suramadu, mbak Trini membawa kami makan di Sego sambal Yeye, di belakang Plaza DTC, jalan Jagir Wonokromo. Penuhnya reeekkk... Padahal tempat makan ini hanya mengambil sebuah tenda di depan toko dan para pembelinya, makan lesehan di sekitar toko-toko di jalan itu. Kami memesan minuman di sekitarnya, dan menanti pesanan kami.



Manteb bener deh puedessnyaaaa. Kami makan sambil berhusshh husshhah karena kepedesan tapi terus melahap sambil sebentar-sebentar minum. Saat menulis ini, pedasnya terbayang lagi, dan duh... jadi pengen lagi nih :)





Bareng Trini, sang tour guide

Suoklat Surabaya



Keunikan minuman coklat khas Surabaya.

Saturday, November 5, 2011

Jatiluwih: Menikmati Keindahan Pemandangan Alam Bali yang Berbeda

Kunjungan ke Bali kali ini membawa sebuah pengalaman yang berbeda dari kunjungan saya sebelumnya. Biasanya saya hanya ke pantai, baik itu Kuta maupun Lovina. Kali ini, saya beruntung karena Pak Putu membawa saya pada sebuah keindahan alam selain pantai di Jatiluwih. Sebetulnya ada teman-teman APISI lain yang rencananya akan ikut tur kecil ini, namun karena jarak yang ditempuh lumayan jauh sementara ada tugas persiapan Seminar APISI keesokan harinya yang harus dilakukan, jadilah hanya saya yang menjadi satu-satunya peserta yang diguide oleh Pak Putu. Terima kasih ya pak, sudah mau menjemput saya di terminal Ubung dan berlelah menjadi private guide saya:)

Pemandangan alam hijau yang membentang seluas mata memandang dan hanya pegunungan dan cakrawala langit yang membatasinya. Sawah, aliran subak, sapi, hutan dan pepohonan menyertai perjalanan saya saat saya memasuki wilayah ini. Saya beruntung bisa menikmati alam ini dan menyaksikan 3300 ha luas tanah yang akan dibangun menjadi sebuah learning center yang saat ini sedang mulai di garap oleh Pak Putu.

Saya tidak akan berkata-kata banyak, foto-foto di bawah ini akan menunjukkan keindahan alamnya. Oia, tidak banyak tempat penginapan di daerah ini meskipun, wisata yang ditawarkan sangan menarik. Wisata alam seperti paddy field, forest tracking, dan sepedaan menjadi pilihan turis ketika mengunjungi saserah wisata ini. Pak Putu menunjukkan sebuah restauran yang berada di dataran yang tinggi perbukitan, yang dicapai dengan hiking. Namun para wisatawan tidak keberatan untuk merogoh koceknya sekitar sejutaan untuk makan siang di rumah makan itu, karena pemandangan yang ditawarkan konon luar biasa. Ingin juga kapan-kapan mencoba restauran itu, meski dari sekarang saya harus menabung hanya untuk makan di restauran itu sesaja.

Foto-foto dibawah ini diambil oleh saya, fotografer amatir dengan kamera poketnya :D.











Learning center -going-to-be
Pak Putu bercerita tentang usaha dan cita-citanya membangun sebuah learning center di daerah ini. Tanah yang berundak-undak ini akan dibangun dengan mempetahankan kontur tanah yang ada dan bangunan yang tetap mempertahankan ciri khas bangunan arsitektur Bali. "Diharapkan nantinya anak-anak bule yangdatang ke sini untuk wisata, mau mampir dan berdialog dengan sekitar 30 anak-anak SD yang sekolahnya tidak jauh dari lokasi ini", demikian penjelasan Pak Putu tentang program learning center ini. Hal yang menjadi nilai tambah dan keunikan learning center ini dibandingkan dengan komunitas belajar yang sudah ada adalah bahwa literasi dibangun dari tradisi oral setempat. Bukan dengan meniadakan budaya oral yang sudah ada, melainkan berangkat dari apa yang mereka sudah miliki selama ini.

Learning center ini nantinya bukan saja tempat anak-anak berkumpul untuk membaca dan belajar, melainkan juga mengembangkan nilai-nilai budaya oral yang sudah ada sebelumnya, seperti musik dan tari-tarian khas Bali. Sebuah perkumpulan kesenian setempat hanya digeluti oleh para tetua setempat, dan kurang sekali diminati oleh anak-anak muda-nya, tambah pak Putu. Teknologi mulai merambah memasuki daerah ini seperti warung internet dan permainan biliard. Semoga ini bisa membangun komunitas masyarakat yang ada, bukan melenyapkan yang sudah ada ya.

Menurut saya, justru budaya yang sudah mereka miliki ini selayaknya menjadi added value sebagai landasan pengembangan rasa percaya diri masyarakat setempat, baik itu anak-anak maupun orang dewasa. Ketika mereka berinteraksi dengan bangsa asing yang datang untuk menikmati pemandangan alam tempat tinggal mereka, mereka akan dengan bangga mennjadi bagian yang tak terpisah dari kesenian budaya yang ada, dan lebih lagi, mereka menjadi tuan rumah di tanah mereka sendiri. Mereka perlu menyadari akan kekayaan budaya mereka yang tidak dimiliki oleh pendatang asing, dan dari situlah mereka membuka wawasan global mereka dengan interaksi dan dialog untuk membuka celah mereka menjadi tuan di negeri sendiri.

Saya berharap, apa yang sedang dirintis Pak Putu ini menjadi sebuah model untuk pengembang learning center di berbagai pelosok tanah air. Mari kita dukung gerakan ini.... Saya berharap saya akan kembali suatu hari nanti untuk mengikuti kegiatan program yang diselenggarakan di learning center ini. watch this space yaa :D



Coklat
Saya penggemar coklat kelas berat. Namun, baru kali ini saya dapat merasakan bagaimana rasanya buah coklat itu. Pak Ketut,- kenalan pak Putu yang rumahnya menjadi persinggahannya- baru saja mendapat hibah tanaman coklat untuk perkebunannya. Kebetulan, di dekat rumahnya ada pohon coklat yang sudah berbuah, dan beliau menawarkan saya untuk mencicipinya. Ternyata, jauh dari gambaran saya sebelumnya. Isi buah ini seperti manggis dengan rasa yang agak asam. Isi buah ini nantinya dijemur baru kemudian diolah menjadi coklat yang biasa kita beli jadi di toko-toko dan supermarket.



Bangunan gereja unik
Perjalanan pulang, kami mampir sebentar ke sebuah bangunan gereja yang berciri unik arsitektur Bali. Saat bercerita dengan pak Ketut dan teman SMA pak Putu-yang saya lupa namanya- mereka mengatakan bawah jemaat gereja ini saat ini semakin berkurang. Banyak dari mereka yang kembali memeluk agama mereka mula-mula, yaitu agama Hindu. Kualat, kata pak Ketut. Pengalaman mereka saat pindah agama ternyata membawa pengalaman kurang mengenakkan dan mereka merasa 'bersalah' telah murtad, dan akhirnya kembali memeluk agama mereka semula. Pak Ketut menekankan bahwa sebetulnya semua agama itu baik, dan ketika orang sakit, tidak mesti apakah itu terjadi saat mereka baru pindah agama atau dalam kegiatan keseharian mereka. Sakit mah sakit aja, begitu kira-kira. Pemikiran yang moderat, pikir saya, atau supaya saya tidak tersinggung mungkin :)



Namun, patut diakui bahwa tolerasi beragama masyarakat di sini sangat besar. Sebuah masjid yang kami lewati, dibangun bersama oleh masyarakat Hindu yang merasa miris melihat kaum muslim bersembahyang di tempat yang menurut mereka kurang layak. Anggapan mereka adalah kalau tempat ibadah kami adalah tempat yang kami rawat dan kami sanjung keberadaannya, maka patutlah pulan sebuah masjid dibangun bagi umat muslim. Mereka harus mempunyai tempat ibadah yang layak sebagaimana rumah ibadah kami. Demikian anggapan masyarakat itu. Maka dibangunlah sebuah masjid dengan semangat gotong royong, tolerasi dan kebersamaan. Sungguh sesuatu yang patut dicontoh dan dimiliki oleh tiap orang Indonesia dalam mempertahankan keselarasan dalam keragaman agama dan budaya.

Nasi campur
Belum klop rasanya kalau kunjungan ke Bali tidak mencicipi nasi campurnya. Di salah satu kedai perjalanan kami menuju Kuta, kami mampir untuk menikmati nasi campur ini.



Akhirnya, perjalanan setengah harian menikmati alam indah pegunungan dan sawah ini usai. Terima kasih banyak Pak Putu, berharap saya akan kembali untuk mengunjungi learning center ini.


Pak Putu dan saya usai sesi yang dibawakan Pak Putu di Seminar Perpustakaan Sekolah APISI di Rumah Khalwat Tegal Jaya, Dalung, Kuta Utara.

Jelajah Kopi Blue Mountain, St Andrew, Jamaica

Blue Mountain Tour merupakan salah satu pilihan jalan-jalan kami di Jamaica. Tour ini mengajak para peserta mengunjungi Craighton Great House, sebuah rumah yang dibangun oleh seorang Jepang yang mengembangkan perkebunan kopi sekitar tahun 1700-an. Rumah bergaya Georgian ini terletak di puncak Blue Mountain yang saat ini masih dikunjungi oleh para pejabat tinggi pemerintahan Jamaica di musim panas untuk mencari suasana sejuk pegunungan.

Pemandangan menuju Craighton Great House











Jalan menanjak masih harus kami lewati untuk mencapai rumah ini. Seketika saya merasa ada di Puncak setelah tiba di area perumahan ini. Ada rumah dan kolam renang. Bahkan tanaman yang tumbuh juga tak jauh beda dengan yang biasa ditemukan di daerah pegunungan. Berasa ada di Cisarua, Puncak, ini mah :)








Setelah melihat-lihat rumah antik ini, kami dipersilakan duduk dan mendengar penjelasan dari salah satu petugas di sana tentang produk kopi di Blue Mountain. Setelah kami menikmati kopi yang disuguhi dan mencicipi biji kopi yang tidak terasa pahit ini kami berjalan ke samping rumah mengarah ke perkebunan kopinya. Jujur saja, di benak saya sudah tergambar hamparan luar pohon - pohon kopi. Tapi, ternyata kok hanya segini saja ya? Kemana pohon-pohon yang lain? Apa ini hanya tanaman percontohan untuk dipertontonkan bagi pengunjung? Sayang tidak ada mas-mas yang menjelaskan saat itu.

Ini dia kebun kopinya





Menurut mas-mas yang memberi penjelasan tadi, kopi Blue Mountain ini adalah yang terenak di dunia. Konon, jenis kopi ini yang paling mahal dan paling dicari-cari orang. Sebesar 80% hasil kopi ini diekspor ke Jepang. Biji kopi ini juga yang dibuat untuk liqueur kopi Tia Maria, yaitu liqueur kopi yang berasal dari Jamaica yang mengandung biji kopi, cane spirit, vanila dan gula plus 31,5 % alkohol. Saya sempat membawa liqueur kopi merek Baronhall Estate yang kandungan alkoholnya 25%. Biasa saja. Bicara kopi paling enak, buat saya masih enak Luwak Java Arabica Coffee "Andungsari". Serius.