Kunjungan ke Bali kali ini membawa sebuah pengalaman yang berbeda dari kunjungan saya sebelumnya. Biasanya saya hanya ke pantai, baik itu Kuta maupun Lovina. Kali ini, saya beruntung karena Pak Putu membawa saya pada sebuah keindahan alam selain pantai di Jatiluwih. Sebetulnya ada teman-teman APISI lain yang rencananya akan ikut tur kecil ini, namun karena jarak yang ditempuh lumayan jauh sementara ada tugas persiapan Seminar APISI keesokan harinya yang harus dilakukan, jadilah hanya saya yang menjadi satu-satunya peserta yang diguide oleh Pak Putu. Terima kasih ya pak, sudah mau menjemput saya di terminal Ubung dan berlelah menjadi private guide saya:)
Pemandangan alam hijau yang membentang seluas mata memandang dan hanya pegunungan dan cakrawala langit yang membatasinya. Sawah, aliran subak, sapi, hutan dan pepohonan menyertai perjalanan saya saat saya memasuki wilayah ini. Saya beruntung bisa menikmati alam ini dan menyaksikan 3300 ha luas tanah yang akan dibangun menjadi sebuah learning center yang saat ini sedang mulai di garap oleh Pak Putu.
Saya tidak akan berkata-kata banyak, foto-foto di bawah ini akan menunjukkan keindahan alamnya. Oia, tidak banyak tempat penginapan di daerah ini meskipun, wisata yang ditawarkan sangan menarik. Wisata alam seperti paddy field, forest tracking, dan sepedaan menjadi pilihan turis ketika mengunjungi saserah wisata ini. Pak Putu menunjukkan sebuah restauran yang berada di dataran yang tinggi perbukitan, yang dicapai dengan hiking. Namun para wisatawan tidak keberatan untuk merogoh koceknya sekitar sejutaan untuk makan siang di rumah makan itu, karena pemandangan yang ditawarkan konon luar biasa. Ingin juga kapan-kapan mencoba restauran itu, meski dari sekarang saya harus menabung hanya untuk makan di restauran itu sesaja.
Foto-foto dibawah ini diambil oleh saya, fotografer amatir dengan kamera poketnya :D.
Learning center -going-to-be
Pak Putu bercerita tentang usaha dan cita-citanya membangun sebuah learning center di daerah ini. Tanah yang berundak-undak ini akan dibangun dengan mempetahankan kontur tanah yang ada dan bangunan yang tetap mempertahankan ciri khas bangunan arsitektur Bali. "Diharapkan nantinya anak-anak bule yangdatang ke sini untuk wisata, mau mampir dan berdialog dengan sekitar 30 anak-anak SD yang sekolahnya tidak jauh dari lokasi ini", demikian penjelasan Pak Putu tentang program learning center ini. Hal yang menjadi nilai tambah dan keunikan learning center ini dibandingkan dengan komunitas belajar yang sudah ada adalah bahwa literasi dibangun dari tradisi oral setempat. Bukan dengan meniadakan budaya oral yang sudah ada, melainkan berangkat dari apa yang mereka sudah miliki selama ini.
Learning center ini nantinya bukan saja tempat anak-anak berkumpul untuk membaca dan belajar, melainkan juga mengembangkan nilai-nilai budaya oral yang sudah ada sebelumnya, seperti musik dan tari-tarian khas Bali. Sebuah perkumpulan kesenian setempat hanya digeluti oleh para tetua setempat, dan kurang sekali diminati oleh anak-anak muda-nya, tambah pak Putu. Teknologi mulai merambah memasuki daerah ini seperti warung internet dan permainan biliard. Semoga ini bisa membangun komunitas masyarakat yang ada, bukan melenyapkan yang sudah ada ya.
Menurut saya, justru budaya yang sudah mereka miliki ini selayaknya menjadi added value sebagai landasan pengembangan rasa percaya diri masyarakat setempat, baik itu anak-anak maupun orang dewasa. Ketika mereka berinteraksi dengan bangsa asing yang datang untuk menikmati pemandangan alam tempat tinggal mereka, mereka akan dengan bangga mennjadi bagian yang tak terpisah dari kesenian budaya yang ada, dan lebih lagi, mereka menjadi tuan rumah di tanah mereka sendiri. Mereka perlu menyadari akan kekayaan budaya mereka yang tidak dimiliki oleh pendatang asing, dan dari situlah mereka membuka wawasan global mereka dengan interaksi dan dialog untuk membuka celah mereka menjadi tuan di negeri sendiri.
Saya berharap, apa yang sedang dirintis Pak Putu ini menjadi sebuah model untuk pengembang learning center di berbagai pelosok tanah air. Mari kita dukung gerakan ini.... Saya berharap saya akan kembali suatu hari nanti untuk mengikuti kegiatan program yang diselenggarakan di learning center ini. watch this space yaa :D
Coklat
Saya penggemar coklat kelas berat. Namun, baru kali ini saya dapat merasakan bagaimana rasanya buah coklat itu. Pak Ketut,- kenalan pak Putu yang rumahnya menjadi persinggahannya- baru saja mendapat hibah tanaman coklat untuk perkebunannya. Kebetulan, di dekat rumahnya ada pohon coklat yang sudah berbuah, dan beliau menawarkan saya untuk mencicipinya. Ternyata, jauh dari gambaran saya sebelumnya. Isi buah ini seperti manggis dengan rasa yang agak asam. Isi buah ini nantinya dijemur baru kemudian diolah menjadi coklat yang biasa kita beli jadi di toko-toko dan supermarket.
Bangunan gereja unik
Perjalanan pulang, kami mampir sebentar ke sebuah bangunan gereja yang berciri unik arsitektur Bali. Saat bercerita dengan pak Ketut dan teman SMA pak Putu-yang saya lupa namanya- mereka mengatakan bawah jemaat gereja ini saat ini semakin berkurang. Banyak dari mereka yang kembali memeluk agama mereka mula-mula, yaitu agama Hindu. Kualat, kata pak Ketut. Pengalaman mereka saat pindah agama ternyata membawa pengalaman kurang mengenakkan dan mereka merasa 'bersalah' telah murtad, dan akhirnya kembali memeluk agama mereka semula. Pak Ketut menekankan bahwa sebetulnya semua agama itu baik, dan ketika orang sakit, tidak mesti apakah itu terjadi saat mereka baru pindah agama atau dalam kegiatan keseharian mereka. Sakit mah sakit aja, begitu kira-kira. Pemikiran yang moderat, pikir saya, atau supaya saya tidak tersinggung mungkin :)
Namun, patut diakui bahwa tolerasi beragama masyarakat di sini sangat besar. Sebuah masjid yang kami lewati, dibangun bersama oleh masyarakat Hindu yang merasa miris melihat kaum muslim bersembahyang di tempat yang menurut mereka kurang layak. Anggapan mereka adalah kalau tempat ibadah kami adalah tempat yang kami rawat dan kami sanjung keberadaannya, maka patutlah pulan sebuah masjid dibangun bagi umat muslim. Mereka harus mempunyai tempat ibadah yang layak sebagaimana rumah ibadah kami. Demikian anggapan masyarakat itu. Maka dibangunlah sebuah masjid dengan semangat gotong royong, tolerasi dan kebersamaan. Sungguh sesuatu yang patut dicontoh dan dimiliki oleh tiap orang Indonesia dalam mempertahankan keselarasan dalam keragaman agama dan budaya.
Nasi campur
Belum klop rasanya kalau kunjungan ke Bali tidak mencicipi nasi campurnya. Di salah satu kedai perjalanan kami menuju Kuta, kami mampir untuk menikmati nasi campur ini.
Akhirnya, perjalanan setengah harian menikmati alam indah pegunungan dan sawah ini usai. Terima kasih banyak Pak Putu, berharap saya akan kembali untuk mengunjungi learning center ini.
Pak Putu dan saya usai sesi yang dibawakan Pak Putu di Seminar Perpustakaan Sekolah APISI di Rumah Khalwat Tegal Jaya, Dalung, Kuta Utara.
No comments:
Post a Comment